SINJAI, Tindak.com-
Delapan bulan sudah Alimuddin, S.Ag, menapaki jabatan sebagai Penjabat Kepala Desa (PJ Kades) Samaturue, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai. Namun di tengah perjalanan itu, warga mulai merasakan kegelisahan yang kian nyata. Bukan karena pembangunan tak berjalan, tetapi karena sesuatu yang jauh lebih dalam mulai pudar ,kehadiran dari seorang pemimpin di tengah adat dan kehidupan sosial warganya.
Selama hampir satu tahun masa jabatannya, masyarakat menilai Alimuddin jarang terlibat dalam kegiatan adat ., Dari sekian banyak upacara adat yang digelar pada pesta pernikahan dan khitanan, Mappacing Hingga Manre Ade, sang PJ hanya tercatat dua kali hadir
“Adat adalah napas kami. Jika pemimpin tak hadir di sana, berarti ia tak turut bernapas bersama warga nya, ujar BS
Bagi masyarakat Samaturue, kegiatan adat bukan sekadar ritual, melainkan cermin dari penghormatan terhadap leluhur, kebersamaan, dan nilai gotong royong yang telah diwariskan turun-temurun. Ketidak hadiran pemimpin di ruangan Manre ade,itu dianggap sebagai tanda renggangnya hubungan antara pemerintah desa dan masyarakat yang dipimpinnya.
“Sejak dulu, kepala desa selalu hadir dalam setiap acara adat, bahkan ikut memberi sumbangsih dan semangat. Sekarang, suasananya berbeda, seperti kehilangan wibawa dan kedekatan, Sambung BS
Tak hanya soal adat, persoalan kedisiplinan aparatur desa juga menjadi sorotan warga. Kantor desa yang seharusnya menjadi pusat pelayanan masyarakat, kini kerap tampak sepi di jam kerja. Sejumlah perangkat desa disebut sering datang terlambat, bahkan tidak masuk kantor selama beberapa hari, tanpa ada teguran atau tindakan dari pimpinan.
“Kami sering lihat aparat desa datang sesuka hati, kadang absen berhari-hari. Tapi PJ seperti tutup mata. Akibatnya, pelayanan masyarakat tidak maksimal,” ujar NR salah seorang warga yang juga aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Masalah lain juga mencuat terkait penggunaan aset desa. Beberapa kendaraan roda dua milik pemerintah desa, menurut warga, kerap digunakan untuk kepentingan pribadi oleh oknum aparat. Padahal, biaya operasional dan perawatan kendaraan tersebut setiap tahun dianggarkan dari dana desa.
“Motor dinas sering dipakai ke luar urusan desa, sementara saat dibutuhkan untuk kegiatan pemerintahan, sulit ditemukan. Ini jelas penyalahgunaan yang harusnya ditertibkan, ujarnya dengan nada kecewa.
Suara kritis juga mengalir. Tokoh-tokoh muda Samaturue menegaskan bahwa mereka tidak mempermasalahkan siapa pun yang ditunjuk menjadi PJ Kepala Desa, selama sosok tersebut memiliki kepedulian dan komitmen terhadap pelayanan publik serta pelestarian budaya lokal.
“Pemimpin bukan sekadar jabatan, tapi teladan. Kami ingin sosok yang menghormati adat, melayani dengan hati, dan tegas dalam kerja,” ujar seorang tokoh pemuda Samaturue.
Kini, masyarakat Samaturue menaruh harapan besar pada Pemerintah Kecamatan Tellulimpoe dan Pemerintah Kabupaten Sinjai agar segera mengevaluasi kinerja Alimuddin sebelum memperpanjang masa jabatannya. Mereka berharap, ke depan, pemimpin desa yang ditugaskan di Samaturue mampu menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan kelestarian nilai-nilai kearifan lokal.
Bagi masyarakat Samaturue, kemajuan tidak hanya diukur dari banyaknya pembangunan dan perintisan jalan, tetapi seberapa kuat tradisi tetap hidup dan dihormati di bawah kepemimpinan seorang kepala desa.
Hingga berita ini diterbitkan,Camat Tellulimpoe Al.Ghazali Farti Belum memberikan Keterangan Resminya
M.S.Mattoreang