SINJAI Tindak.Com-
Di Desa Samaturue kecamatan Tellulimpoe,di antara padi yang menunduk dan tanah di ladang yang retak oleh kemarau, tersimpan kisah getir tentang uang yang seharusnya menumbuhkan kesejahteraan,namun justru menguapkan kepercayaan.
Program usaha Agrobisnis pedesaan (PUAP), bantuan dana hibah seratus juta rupiah yang dititipkan untuk kelompok tani Di Desa samaturue,kini menjadi bisik-bisik di warung kopi dan di jalan berlumpur menuju sawah.
Uang yang mestinya menjadi benih kemakmuran, malah jadi ladang baru bagi kerakusan.
Kejaksaan Negeri Sinjai, melalui Kasi Intel Helmy Hidayat, sempat turun tangan memeriksa aliran dana tersebut. Dari hasil pemeriksaan, kabarnya , sudah Rp 40 juta lebih telah dikembalikan saat itu
Hampir setengah dari jumlah yang semula diterima. Namun setengah lagi, bagai tertelan bumi.
Bendahara Gapoktan( N) menuturkan kisahnya dengan nada getir.
“Dari dana yang sudah kami kumpulkan,eks Kepala Desa pakai sekitar Rp 21 juta , selama dua kali pengambilan pertama enam belas juta dan kedua kalinya lima juta, (S)mantan Sekdes Rp 9 juta,sisanya masih ada sama saya,sembari menunjukkan catatan pembuktian pinjaman di tangannya
Namun waktu berlalu, dan kabar pengembalian dana seakan sirna bersama angin sore yang melewati perbukitan Samaturue.
Tak ada kepastian, tak ada kejelasan,hanya sunyi yang menggantung di antara tanda tanya.
Warga kini menunggu, dengan mata yang mulai letih menatap keadilan yang tak kunjung datang.
Sebab uang itu bukan sekadar angka di buku laporan, melainkan simbol harapan para petani yang menggantungkan hidup dari tanah yang mereka cangkul sendiri.
"Uang bisa dicari, tapi kepercayaan tidak,” kata seorang anggota kelompok tani di tepi ladang miliknya.
“Kami cuma mau yang hak kami kembali.
di tengah hamparan ladang wilayah Samaturue, menanti kesejahteraan namun kini tinggal gema,seolah lenyap di telan janji yang tak pernah usai
M.S.Mattoreang
