Sinjai, Tindak.Com- Pegawai Harian Lepas (PHL) Dinas Pekerjaan Umum dan penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sulawesi Selatan bergerak cepat membersihkan tumpukan sampah yang menutup drainase di sepanjang jalan nasional Sinjai–Bulukumba, Selasa (4/11/2025).
Sampah yang menumpuk itu diduga kuat merupakan “kiriman” dari wilayah hulu, tepatnya dari Dusun talleang lumu Desa Balangpesoang, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba. Material yang menyumbat saluran air tak hanya berupa plastik, tapi juga batang pisang, tunggul kayu, serpihan material bangunan, hingga popok sekali pakai (pampers).
Para pekerja sempat mengalami kesulitan karena volume sampah yang besar dan bercampur lumpur akibat hujan deras. Namun, meski dengan alat seadanya, mereka tetap melanjutkan pembersihan demi menghindari genangan meluas ke badan jalan.
"Kami temukan banyak jenis sampah, bukan hanya plastik. Ini jelas kiriman dari bagian hulu,” ujar salah seorang petugas lapangan.
Warga Gerah, Ancaman Konflik Antarwilayah Meningkat
Sementara itu, warga Desa Samaturue, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai, mulai menunjukkan kejengkelan atas kebiasaan sebagian warga di hulu yang membuang sampah sembarangan ke aliran air.
"Tidak ada rasa tanggung jawab. Seenaknya buang sampah ke selokan. Kalau dibiarkan, ini bisa picu konflik antarwarga,” tegas Said Mattoreang, warga Samaturue.
Said juga mengingatkan bahwa tumpukan sampah tersebut membahayakan pengguna jalan, terutama pada malam hari. Sampah yang terbawa arus hingga ke badan jalan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Ia meminta Pemerintah Desa Balangpesoang serta Dinas Lingkungan Hidup dan kebersihan (DLHK) Kabupaten Bulukumba untuk menindak tegas warganya yang masih membuang sampah ke aliran drainase.
"Kalau ada masyarakat dari dusun talleang lumu, yang masih lakukan hal serupa, Pemdes dan DLHK harus turun tangan, jangan hanya tutup mata.!
Hujan lebat yang mengguyur wilayah tersebut pada Senin (3/11) menyebabkan jalan Hombes dan jalan Nasional tertimbun sampah dan sedikitnya tiga rumah di sekitar lokasi terendam banjir. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa sistem drainase terganggu akibat penumpukan sampah.
Aktivis lingkungan lokal menilai kejadian ini sebagai bukti lemahnya pengawasan dan koordinasi antarwilayah dalam pengelolaan sampah.
"Masalah klasik yang terus berulang. Pemerintah kabupaten harus duduk bersama untuk mencari solusi jangka panjang, bukan sekadar membersihkan saat banjir datang,” ujar salah satu aktivis lingkungan dari Sinjai
Kejadian ini mencerminkan krisis tata kelola lingkungan di tingkat desa hingga kabupaten. Tindakan cepat PLH PUPR Sulsel patut diapresiasi, namun tanpa komitmen dan sanksi tegas terhadap pelaku pembuangan sampah sembarangan, peristiwa serupa akan terus berulang.
Sampah bukan hanya urusan kebersihan, tetapi juga persoalan budaya dan tanggung jawab sosial. Jika tidak segera diselesaikan, bukan hanya drainase yang tersumbat,
kepercayaan antarwarga pun ikut terkikis.
(Red)