SINJAI Tindak .Com- Di lereng-lereng hijau Desa Bonto Tengnga, Kecamatan Sinjai Borong, aroma kopi mulai menandai babak baru bagi masyarakat desa. Bukan sekadar hasil panen, tetapi tanda lahirnya kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal. Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar kini turun tangan “menyeduh” gagasan besar: menjadikan petani dan perempuan desa sebagai pelaku utama hilirisasi kopi.
Melalui program pengabdian masyarakat yang digagas oleh Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) Unismuh Makassar), dua kelompok utama menjadi mitra strategis: Kelompok Tani Kopi Balantieng dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Persatuan. Keduanya kini tengah bertransformasi, dari sekadar penghasil biji kopi mentah menjadi produsen produk bernilai tambah,
mulai dari biji sangrai, kemasan kreatif, hingga camilan berbasis kopi.
Program ini merupakan Hasil sinergitas antara Unismuh Makassar dan kementerian pendidikan Tinggi,sains dan teknologi melalui skema hibah, pemberdayaan Desa Tahun 2025
“Petani harus bisa menguasai rantai nilai, tidak berhenti di panen saja. Kami ingin mereka mampu mengolah, mengemas, dan memasarkan produknya secara mandiri,” ujar Dr. Muh. Arief Muhsin, M.Pd, ketua tim pengabdian, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, hilirisasi kopi bukan hanya soal teknik, tetapi juga tentang kedaulatan ekonomi desa. “Dengan penguasaan teknologi pascapanen dan kemasan, nilai jual bisa naik dua sampai tiga kali lipat,
Perempuan Desa memiliki potensi besar sebagai motor wirausaha lokal, dengan pelatihan marketing mereka bisa menjangkau pasar lebih luas,jelas Arif
Pemberdayaan perempuan bukan hanya tambahan, tetapi inti dari strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan
Program hilirisasi kopi Bonto Tengnga di harapkan menjadi model percontohan bagi Desa Desa lain di Sulawesi Selatan, yang memiliki potensi komunitas serupa, lebih dari sekedar meningkatkan pendapatan, inisiatif ini juga mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kebersamaan antara warga
"Bagi kami kopi bukan sekedar hasil bumi ,tetapi simbol kebersamaan dan kerja keras ,bila masyarakat mengelola lahan dengan baik dari hulu ke hilir,Desa tak hanya produktif tetapi berdaulat secara ekonomi, Tutup Arif dengan Senyum optimis.
Kepala Desa Bonto Tengnga, Bakhtiar, SE, menyebut kolaborasi ini sebagai “angin segar” bagi ekonomi lokal
"Kami tidak ingin pelatihan hanya berhenti di ruang kelas, pendamping berkelanjutan adalah kunci agar dampaknya nyata bagi masyarakat ,ujarnya
Semoga kedepannya Desa Bonto tengnga lebih mandiri ,lebih maju dan mampu berdaya saing di kanca Nasional
Pungkasnya
M.S.Mattoreang