SINJAI Tindak.Com-Desa Samaturue adalah tanah yang subur dengan potensi, tetapi kering dari sentuhan pembangunan. Puluhan tahun telah berlalu, generasi demi generasi tumbuh dan berganti, namun wajah desa ini tetap saja sama,seperti tertahan di masa lampau. Kantor desa yang menjadi simbol pelayanan masyarakat masih berdiri dengan fasilitas seadanya, tak jauh berbeda dari masa kepemimpinan Kepala Desa pertama, H. Mustamin L.
Di saat zaman terus bergerak maju, Samaturue justru seperti berhenti di tempat.
Kini sumber anggaran bukan lagi masalah. Dana Desa (DD) dari APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD telah mengalir setiap tahun dalam jumlah miliaran rupiah. Anggaran sebesar itu seharusnya mampu mengubah desa,membangun fasilitas publik, meningkatkan pendidikan, mempercepat pembangunan ekonomi, sekaligus mengangkat martabat masyarakat.
Namun ironisnya, perubahan yang diharapkan masyarakat tidak kunjung hadir. Beberapa perintisan jalan tak lagi di fungsikan,Rabat Beton hanya mampu bertahan seusia jagung,Fasilitas publik tetap terbatas, sektor wisata tak terjamah, dan bahkan sarana pendidikan dasar seperti PAUD atau kelompok bermain pun masih nihil. Ketika desa lain membangun taman edukasi, ruang kreatif anak, atau gedung Taman pendidikan Al-Qur'an (TPA)dari dana desa, Samaturue justru masih berkutat dalam persoalan paling dasar.
Di luar sana, banyak desa tetangga melaju kencang menuju status Desa Mandiri. Mereka menata diri, membangun potensi, dan membuka peluang ekonomi baru. Sementara Samaturue masih berdiri menonton dari kejauhan,bukan karena tidak mampu, tetapi karena belum ada keberanian untuk benar-benar berubah.
Padahal potensi Samaturue tidak kalah dari desa lain . Seperti Dusun Balampesoang Rilau terkenal sebagai sentra durian lokal. Puluhan kios berdiri di sepanjang jalan, menjadi denyut ekonomi masyarakat setiap musim durian tiba.
Bayangkan jika kios-kios itu ditata rapi, diberi fasilitas WC, gazebo, tempat parkir, serta desain seragam yang menarik pengunjung.
Samaturue bisa menjadi destinasi wisata buah yang membanggakan dan meningkatkan pendapatan warga maupun Desa.
Belum lagi potensi sungai Apareng dan sungai Bejo dengan batu dan pasir berkualitas yang selama ini hanya dianggap biasa. Sumber daya ini bisa menjadi tempat wisata alam,juga berpotensi menjadi tambang rakyat jika dikelola secara benar, tertib, dan terarah. Semua ini adalah anugerah alam yang seharusnya menjadi kekuatan besar bagi desa.
Tetapi Mengapa semua potensi itu dibiarkan tidur?
Sampai kapan Samaturue terus menunggu?
Sampai kapan masyarakat harus berharap tanpa melihat langkah nyata?
Masyarakat Samaturue bukan meminta yang muluk-muluk. Mereka hanya ingin desa mereka maju seperti desa lain ,memiliki fasilitas layak, ruang wisata yang membanggakan, dan peluang ekonomi yang jelas bagi warganya. Mereka hanya ingin apa yang menjadi hak mereka, pembangunan yang adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan bersama.
Dana desa yang mengalir setiap tahun bukan sekadar angka di atas kertas. Itu adalah amanah. yang menuntut sistem pengelolaan yang jujur, cerdas, dan bertanggung jawab.
Sudah saatnya pemerintah desa membuka mata lebih lebar, melihat kenyataan di tengah masyarakat, dan bergerak dengan sungguh-sungguh. Bukan lagi sekadar wacana, tetapi tindakan nyata.,
Karena kemajuan desa tidak tercipta dari diam dan menunggu. Ia lahir dari keberanian untuk berubah.
Samaturue, dengan semua karunia yang dimilikinya, sudah terlalu lama tertinggal. Kini adalah waktunya untuk bangkit !
Penulis:M.S.
Mattoreang