-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Calon Bupati Terpilih Pilkada Serentak 2024

Calon Bupati Terpilih Pilkada Serentak 2024

Iklan

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI ? (14)

Minggu, 18 Mei 2025, Minggu, Mei 18, 2025 WIB Last Updated 2025-05-18T02:08:02Z

 


Oleh : Abdullah Hehamahua

UUD 45 pasal 34 ayat (3) menyebutkan: “Negara bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”


Faktanya, pemerintah mewajibkan setiap warga negara mengikuti BPJS guna memeroleh pelayanan kesehatan gratis. Itu pun hanya boleh menginap tiga hari di rumah sakit. Tragisnya, Indonesia, satu-satunya negara di dunia yang menerapkan BPJS ke warga negaranya.


Malaysia misalnya, bayi sampai pelajar SMU, gratis berobat di Puskesmas dan rumah sakit Pemerintah. Gratis tersebut meliputi konsultasi dengan dokter umum, x-ray, pemeriksaan laboratorium (urine, tinja, darah, dll), dan obat-obatan. 


Pasien, selain bayi sampai pelajar SMU, membayar uang pendaftaran satu ringgit, setara Rp. 3.500. Pasien akan memeroleh obat, pemeriksaan laboratorium, x-ray, dan konsultasi dokter umum secara gratis.


Arab Saudi, setiap warga negara gratis mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, penitipan anak, BBM, gas, air, dan pajak penghasilan pribadi.  Bahkan, para janda memeroleh tunjangan bulanan yang besar. Padahal, Arab Saudi hanya punya minyak dan kurma. 


Bandingkan Indonesia yang punya 17 jenis tambang. Dua pertiga wilayahnya, laut dengan potensi Rp. 3.000 triliun per tahun. Apalagi, pantainya terpanjang kedua di dunia. Indonesia juga punya hutan tropis ketiga terluas di dunia.


Jokowi, dalam menyimpangkan pasal 34 ayat (3) UUD 45 di atas justru memaksakan undang-undang kesehatan yang ditolak para dokter dan tenaga kesehatan sendiri. Inilah korupsi politik terbesar kelima yang dilakukan Jokowi 


BPJS dan UUD 45

Pasal 34 UUD 45 ayat (3) mewajibkan pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan. Namun, pemerintah mewajibkan setiap warga negara mengikuti program BPJS sebagaimana amanah UU No. 40/2004 jo UU No. 24/2011. Operasionalisasinya, Jokowi menerbitkan PP No. 91/2016 yang mengatur tarif iuran BPJS. 


Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 6 Tahun 2019 tentang Administrasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan, menetapkan: 

(a). Semua WNI wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarga mereka ke BPJS Kesehatan; (b) Iuran BPJS Kesehatan dibayarkan sesuai dengan kategori kepesertaan (PBI, Pekerja, atau Mandiri) dan tingkat manfaat yang dipilih; (c) Untuk mendaftar, seseorang perlu memiliki NIK yang valid, KTP, dan Kartu Keluarga; (d) Jika pengusaha tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS Kesehatan, mereka dapat dikenakan sanksi administrative; (e ) Warga negara Indonesia yang memenuhi syarat (misalnya dari keluarga tidak mampu) bisa mendaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan mendapatkan BPJS Kesehatan secara gratis; (f) Orang asing yang tinggal di Indonesia minimal 6 bulan juga dapat mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.. 


IDI Tolak UU Kesehatan 

Ikatan Dokter Indonesia  (IDI) menyebutkan beberapa alasan, mengapa UU Kesehatan ditolak, yakni: 

(a) Tiada kepastian hukum bagi organisasi profesi. Sebab, UU kesehatan ini menghilangkan 9 undang-undang terkait keprofesian dan kesehatan. Ia termasuk  profesi kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker;

 

(b) Hilangnya pembiayaan Nakes. Sebab, undang-undang ini menghilangkan anggaran biaya untuk Tenaga Kesehatan (Nakes) yang sebelumnya sebesar 10% dalam APBN/APBD; 

(c) Penyusunan RUU yang tidak transparan. Sebab, Jokowi, sama seperti proses penyusunan undang-undang lain sebelumnya, pembahasan UU kesehatan ini juga tidak transparan. Lembaga-lembaga profesi seperti IDI, organisasi kebidanan, keperawatan dan kefarmasian tidak didengar langsung kritikan dan masukannya;

(d) Kekonyolan Jokowi adalah membenarkan impor tenaga kerja kesehatan. Kebijakan Jokowi tersebut selain menghina kualitas para dokter dan tenaga kesehatan Indonesia, juga menciptakan pengangguran baru..Sebab, banyak lulusan farmasi, keperawatan, bahkan dokter umum yang diambil peluang mereka oleh nakes asing.


UU Kesehatan, Rekayasa Oligarki Internasional ?

Perang, sejatinya adalah proyek bisnis negara-negara adikuasa. Sebab, tanpa perang, terjadi pengangguran besar-besaran di AS. Ini karena pabrik senjata, peluruh, dan kendaraan perang, tidak beroperasi. Hal ini dibuktikan dengan drama penyerbuan AS ke Libia, Afghanistan, Irak, dan Syria. Bahkan, Hillary Clinton, di depan kongres AS, mengeritik pemerintahnya yang menciptakan ISIS di Syria. Bahkan, mereka membumi-hanguskan Ghaza yang mengorbankan 51.000 rakyat Palestina.


Hal serupa, diduga terjadi juga dengan adanya virus flu burung dan covid 19. Hal tersebut diduga keras berdasarkan tiga hal berikut:

1.Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, dalam kuliah umumnya di kampus ITB, 18 Maret 2012 menyebutkan, ada  rekayasa negara-negara maju mengenai virus yang mewabah. Siti Fadilah menyebutkan bukti dimana benih virus flu burung berasal dari Pusat Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO-CC), yang berasal dari virus liar milik negara penderita yang mengirim virus. 


Menurutnya, negara maju dengan keunggulan teknologi dan ahli-ahlinya memproduksi dan menjual vaksin dengan memanfaatkan benih virus yang diambil dari negara penderita. Bahkan, Fadilah menyayangkan sebagian ilmuwan Indonesia yang terjebak dalam pusara kepentingan tertentu, sehingga menghambat proses pikir ilmiah. 


2. Sebagian pemimpin dunia, Juni 2021 menyerukan agar dilakukan penyilidikan terhadap virus covid-19, apakah betul-betul bencana alam atau rekayasa bisnis kalangan tertentu. Sebab, Covid-19 telah menyebabkan 3,8 juta kematian secara global dalam waktu 18 bulan.


Presiden AS Joe Biden, misalnya, pernah memerintahkan pejabat intelijennya untuk melipatgandakan upaya dan memberikan laporan dalam 90 hari, termasuk melihat secara mendetail kemungkinan bahwa virus corona berasal dari laboratorium China.

      

Simpulannya, UU Kesehatan produk pemerintahan Jokowi diduga merupakan salah satu bentuk korupsi global yang merugikan keuangan/perekonomian negara.   


Pasal 2 ayat (1), UU Tipikor, menyebutkan, terdakwa dapat dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun penjara. Konsekwensi logisnya, lima kasus korupsi politik yang dilakukan Jokowi menyebabkan beliau dapat dijatuhi hukuman 100 tahun penjara. 


Namun, jika merujuk ke pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, maka Jokowi dapat dijatuhi hukuman mati. Semoga !!! (Kuantan, 16 April 2025).***AH

Komentar

Tampilkan

  • JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI ? (14)
  • 0

Terkini